Kamis, 20 Maret 2014

ASAL-USUL

Cerita Rakyat Enrekang, Legenda Gunung Nona

Buttu Kabobong adalah nama sebuah gunung unik yang terletak di Kabupaten Enrekang. Tepatnya di poros jalan dari arah Rappang, Kabupaten Sidrap. Dikatakan unik karena bentuk gunung ini menyerupai alat kelamin wanita dan dipastikan hanya satu-satunya di dunia. Itu sebabnya turis mancanegara menyebutnya “maaf” mount sex atau gunung erotic. Selain unik dan penuh daya tarik, gunung ini juga ternyata punya legenda yang secara turun temurun menyisakan berbagai versi, namun pada prinsipnya mengandung makna yang sama, yakni pesan moral dari para leluhur setempat tentang  pantangan keras untuk melakukan hubungan suami istri di luar nikah. Kisah di bawah ini adalah salah satu versi yang dihimpun   dari berbagai sumber sebagaimana berikut :
Pada zaman dahulu kala, di kaki Gunung Bambapuang terdapat suatu kerajaan tua yang bernama Kerajaan Tindalaun. Sementara di dalam kerajaan itu sendiri terdapat sebuah perkampungan kecil yang juga dinamai Tindalun. Konon pada suatu ketika, datanglah seorang yang disebut To Mellaorilangi’ (orang yang turun dair langit) atau yang dalam istilah lainnya disebut To Manurung  di Kampung Tindalun yang terletak di sebelah selatan Gunung Bambapuang tersebut. To Manurung  ini juga menurut riwayatnya konon datang dari Tangsa, yaitu sebuah daerah di Kabupaten Tana Toraja. Mulanya, di Tangsa ada seorang ibu muda cantik bernama Masoang yang mempunai lima orang anak. Entah karena apa, kelima anak Masoang itu terbagi-bagi. Yakni dua orang ke Tana Toraja Barat, dua lainnya tinggal di Tangsa, kemudian yang satu orang lagi dianggap menghilang karena kepergiaannya tidak diketahui.
Beberapa hari kemudian tak jauh dari sebuah perkampungan, pada suatu malam, masyarakat Tindalun melihat ada seonggok api yang menyala seolah tak ada padamnya. Karena didorong rasa keingitahuan, masyarakat lalu mencoba mendekati sumber nyala api tersebut. Dan ternyata, tak jauh dari situ ada anak laki-laki yang rupawan, ganteng serta kulitnya putih bersih. Bahkan menurut penilaian masyarakat Tindalun ketika itu, selain ganteng , anak itu juga memiliki ciri sebagia anak To Malabbi’. Karenanya, si anak yang tidak diketahui asal usulnya itu lalu diambil dan dibawa ke Kampung Tindalun. Boleh jadi anak inilah yang disebut sebagai To Manurung.
Ringkas cerita, ketika si anak lelaki tersebut menginjak dewasa, ia lalu dikawinkan dengan salah seorang putri raja Kerajaan Tindalun yang sangat cantik. Di mana setelah pesta perkawinan yang semarak dan yang dilaksanakn secara adat istiadat setempat itu, masyarakat pun secara spontan lalu  membuatkan sebuah istana baru bagi pasangan ini. Karena menganggap perkawinan itu adalah penyatuan dari anak seorang raja dengan To Mellaorilangi’ atau To Manurung.
Selanjutnya dari perkawinan itu, lahirlah putra mereka yang diberi nama Kalando Palapana, kemudian dinobatkan sebagai Raja Tindalun. Dia memerintah beberapa perkampuangan di situ.
Seperti diketahui, Tindalun ini merupakan wilayah yang ketika itu amat kaya dengan sumber daya alamnya. Setiap musim panen, masyarakat sangat bersuka ria karena hasil pertanian mereka selalu melimpah ruah. Itu sebabnya kehidupan masyarakat Tindalun rata-rata makmur dan sejahtera. Cuma sayangnya, kondisi inilah yang membuat mereka lantas lupa diri. Suasana hura-hura nyaris tak terlewatkan setiap saat. Bukan hanya itu, konon karena kekayaan yang dimiliki, perangai masyarakatpun banyak yang mulai berubah. Tatanan perilaku yang selama ini sangat menjunjung tinggi budaya dan adat istiadat leluhur, mulai bergeser. Kehidupan seks bebas pun kabarnya sempat mewarnai hari-hari mereka. Dengan kata lain, perubahan strata ekonomi yang begitu pesat ketika itu, menjadikan masyarakat Tindalun seolah lupa dengan jati dirinya.
Lalu bagaimana dengan Raja Kalando Palapana atas kejadian itu?, tentu saja sangat gusar. Raja muda ini kemudian memanggil para tetua adat untuk dimintai pertanggung jawabannya, sekaligus memerintahkan agar segera mengatasinya. Raja sangat kuatair jika perbuatan menyimpang yang dilakukan masyarakatnya itu dibiarkan, maka akan mendapat azab dari Tuhan Sang Pencipta Alam.
Memang menurut kisahnya, para tetua adat tersebut telah melaksanakan titah sang raja untuk menghentikan perilaku menyimpang masyarakat itu. Namun jangankan berhenti, malah sebaliknya perbuatan masyarakat itu semakin menjadi-jadi. Hubungan seks di luar nikah seakan menjadi hal yang rutin tanpa bisa dicegah. Larangan berdasarkan agama dan adat istiadat, bagai tak digubris, khususnya bagi masyarakat yang tinggal di sebelah timur ibukota kerajaan.
Karena sulit dicegah, maka suatu hari Raja Tindalun mengundang para pejabat kerajaan dan tetua adat untuk melakukan pembahasan secara khusus. Di mana kesimpulan dari hasil pembahasan yang digelar di atas bukti sekitar. Tindalun itu, antara lain menyebutkan akan memberi sanksi dan hukuman seberat-beratnya bagi siapa saja tanpa kecuali yang kedapatan melakukan hubungan suami istri diluar nikah. Namun apa lacur?, lagi-lagi masyarakat tidak peduli. Seks bebaspun bukan hanya pada malam hari dilakukan, tapi disiang bolong pun perbuatan itu dilakukan. Ibaratnya, masyarakat seperti sudah kehilangan akhlak dan moralnya. Celakanya lagi, penyakit masyarakat ini bahkan sempat mewabah di kalangan kerabat kerajaan menyusul terlibatnya salah seorang anak raja Tindalun.
Kabarnya, pasangan selingkuh anak raja Tindalun dimaksud adalah anak gadis dari salah seorang tetua adat setempat. Yang akhirnya, pada malam kejadian itu, ketika kedua anak manusia ini sedang hanyut dalam kenikmatan seks di luar nikah, sekonyong-konyong datang bencana yang memporakporandakan wilayah kerajaan Tindalun. Rupanya Tuhan telah menunjukkan murkanya. Mereka yang selama ini tak mau lagi mendengar titah rajanya, dan gemar melakukan seks di luar nikah, semua dilaknat menjadi bukit-bukit. Di antaranya ada yang menyerupai kelamin wanita. Gunung yang menghadap ke barat dan terletak di sebelah timur Gunung Bambapuang inilah yang kemudian dikenal dengan sebutan Buttu Kabobong. Sedangkan pada sebelah barat Buttu Kabobong, terdapat pula gunung yang menjorok ke seberang menghampiri pusat Buttu Kabobong. Gunung ini bentuknya menyerupai “maaf” alat kelamin laki-laki. Antara kedua gunung ini dibatasi oleh sebuah anak sungai.
Demikian sekelumit legenda tentang Buttu Kabobong, yang jika ditelaah, sesungguhnya mempunyai pesan moral agar umat manusia di mana pun, tidak melakukan hubungan suami istri di luar nikah. Karena hal itu merupakan perbuatan zinah yang sangat dilarang oleh agama. Hukumnya adalah dosa besar.

Selasa, 14 Januari 2014

CERPEN
   .......................Sebuah cerita,sebuah kisah...............................
Guruku, Ayahku..... i miss you
Syarifuddin Spd,guru yang menjadi ayah keduaku saat aku masih duduk di kls 7 SMP 5 ENREKANG. Ia adalah guru bahasa inggris yang tegas,baik, dan juga penyayang. Dari sekian banyak guru yang mengajar saat itu,aku lebih menyukai diajar olehnya. Walaupun sebenarnya aku tidak menyukai pelajaran bahasa inggris,tapi entah apa yang membuat diriku tidak bosan dengan pelajarannya. Setiap ia mengajar di kelas,hampir setiap saat aku yang harus menjawab soal dan mengerjakannya di papan tulis,padahal aku tidak tau apa yang harus aku jawab.
“coba isna kerja nomor selanjutnya”
“ha? Saya kurang paham pak”
“kalau salah tidak apa-apa nak,nanti bapak ajar”
Selalu dan selalu alasan itu yang saya ucapkan ketika beliau menyuruhku mengerjakan soal. Sampai suatu hari beliau mengadakan bimbingan belajar dirumahnya sendiri,berita itu terdengar ketika sahabat-sahabatku ingin ikut bimbel tersebut. Mereka mengajakku,tetapi aku masih bimbang mau ikut atau tidak,karna yang diajar bukan cuma kls 7 SMP. Tentunya ada kakak kelas,dan anak SD kls 4,5,6 pasti aku malu kalau jawab soalnya cuma bilang “gak tau”.
“iya aku ikut deh,tapi benar nih ntar gak bakal malu-maluin?”
“iya Isna,kan kita semua pengen belajar” jawab Dian menasehati
“betul Isna kan gak mungkin kita pengen ikutan kalau udah jago semua”
Dan akhirnya aku ikutan juga. Walaupun statusnya siswa baru,maklumlah masuknya dibelakangan,jadi mesti perkenalan dulu. Awal perkenalanpun masih di ajar sama beliau.Setiap ikutan bimbel pastinya saya tidak pernah merasa tau,dan manja dengan tugas atau pekerjaan yang yang diberi oleh beliau,tetapi ia tidak merasa susah ataupun jengkel dengan sikapku. Ia tetap mengajariku dengan sabar,diselingi dengan canda dan tawanya.
Mungkin bagi beliau itu hal yang mudah baginya,itu terbukti dari cara mengajarnya. Memiliki istri yang baik,ramah dan hidupnya selalu di berengi dengan keceriaan. Aku lumayan akrab dengan istrinya,karena bagiku ia asik diajak ngobrol. Keakrapan itu tidak sebentar,bahkan setiap kesekolah atau les pastinya yang paling sering disebut namanya,saya. Memang sih keluarga seperti itu sangat didambakan oleh orang-orang. Bahkan anaknya pun tidak beda jauh dari kedua orang tuanya,cuman anak beliau semuanya cowok. Dari anaknya pun ada yang manja,siapa coba yang tidak manja kalau memiliki orang tua seperti mereka. Tapi saya heran,tiap kali yang diajarkan oleh beliau pasti berbeda,yah berbeda dengan cara ngajarnya kesaya. Rasanya aku diperlakukan seperti anaknya sendiri. Dan ternyata perasaanku tidak salah. Sampai suatu hari aku tiba-tiba saja merasakan ada yang aneh setiap aku pergi bimbel. Saat itu salah satu anaknya seolah-olah memperhatikanku sampai-sampai aku jadi salah tingkah.
“Din,lihat anaknya Pak dari tadi ngelirik aku,atau akunya aja yang ke-GRan?”
“haha mungkin karna ada hati kali?”
“ha? Ih nggak mungkin dong,secara akunya masih SMP,dianya udah SMA udah mau lulus lagi”
“emang gak boleh anak SMA suka sama anak SMP?”
“nggak juga sih,cuma aku kan masih anak-anak belum waktunya kenal kayak gituan”
Tentunya aku harus berfikir positif saja,mana mungkin aku suka dengan  orang yang lebih dewasa dariku,dan sekaligus anak dari orang yang aku banggakan,anak ke2 nya dari 3 bersaudara itu yang bernama ,”ARIF”. Seiring berjalannya waktu,tiba-tiba saja anak dari beliau nitip salam melalui Dian,tentu itu semakin membuatku kaget. Perlahan demi perlahan ternyata aku mulai merasakan namanya CINTA ,meskipun bagi saya itu cinta monyet yang berawal dari lirik-melirik,salam dan peristiwa-peristiwa. Peristiwa mulai dari kegiatan eskul sampai liburan hingga menjalin hubungan “PACARAN”. Walaupun status itu terjalin tapi aku menganggap dan menghargai namanya persaudraan,yang mana aku sudah dianggap anak oleh beliau.
Berjalan cukup lama dengan hubungan itu,dan setiap aku bertemu dengan beliau dan istrinya seolah-olah aku malu dan gugup untuk menyapanya karena menjalin hubungan dengan salah satu anaknya. Karena aku lebih mengharapkan persaudaraan maka hubungan itu berakhir,tapi hubungan antara aku dengan beliau tidak akan berakhir.
Menganggap mereka sebagai keluargaku yang sebenarnya,aku merasa nyaman dengan keluarga beliau. Ayah ke2 disaat sekolah,sekaligus keluarga ke2 bagiku,semua itu tidak aku dapatkan lagi dari mereka. Suami istri yang selalu membuat hari-hariku disekolah lebih indah,dan penuh arti. Anak-anaknya yang sudah aku anggap sebagai kakak kandungku sendiri kini semuanya hanya menjadi kenangan.

Karena saat aku duduk di kls 8 semester 2,aku sudah pindah dari sekolah itu. Bahkan disaat-saat beliau sakit,aku tidak tau kabarnya. Aku tidak merasakan tanda-tanda lain dari beliau. Hingga akhirnya beliau pergi untuk selama-lamanya dan takkan kembali lagi.  Disaat itulah aku merasa pertemuan aku dengan beliau seolah-olah hanya menjadi mimpi untuk bisa bertemu dengannya. Kepergiaan yang begitu cepat,membuatku tidak mampu menerima kenyataan bahwa aku telah kehilangan sosok yang istimewa bagiku. Ketika 100 hari kepergiannya,disusul lagi oleh istri beliau. Hanya genangan air matalah yang mengiringi kepergiaannya bersama dengan doa. Sepasang suami istri yang hidup selalu bersama kini perginyapun dalam keadaan bersama-sama. Waktu tidak mungkin akan kembali lagi,kini hanya sebuah kisah yang aku rindukan,bersama dengan kenangan-kenangan dengan mereka,merasakan rindu yang tidak terobati. Walaupun berbeda tempat,namun tempat mereka jauh lebih indah dan baik,SURGA lah tempat mereka.



                                                                                               Oleh : @isnapholan